(Guru Bahasa Jawa SMA Negeri 1 Boyolali - Jawa Tengah)
Pengertian pendidikan karakter sendiri dapat dipahami dari tiap-tiap katanya secara terpisah. Pendidikan merupakan proses pembelajaran kebiasaan, keterampilan, dan pengetahuan manusia yang diteruskan dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Sementara itu, karakter merupakan akumulasi watak, sifat, dan kepribadian individu yang mengarah pada keyakinan dan kebiasaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Arti Pendidikan Karakter
Tanpa meninggalkan pengertiannya masing-masing, dapat dipahami bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang terencana untuk membangun karakter individu agar nantinya menjadi pribadi yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang banyak. Mengacu pada pengertian di atas, pendidikan karakter memiliki fungsi dasar untuk mengembangkan potensi seseorang agar dapat menjalani kehidupannya dengan bersikap baik.
Ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang terencana dan terarah melalui lingkungan pembelajaran untuk tumbuh kembangnya seluruh potensi manusia yang memiliki watak berkepribadian baik, bermoral-berakhlak, dan berefek positif konstruktif pada alam dan masyarakat.
Dari beragam pengertian di atas, pendidikan karakter memiliki fungsi dasar untuk mengembangkan potensi seseorang agar dapat menjalani kehidupannya dengan bersikap baik. Dalam lingkup pendidikan formal, pendidikan karakter di sekolah berfungsi untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi pribadi yang berakhlak mulia, bermoral, tangguh, berperilaku baik, dan toleran..
Menurut pendapat Zubaedi dalam buku Desain Pendidikan Karakter (2012) yang menyebutkan tiga fungsi pendidikan karakter di sekolah. Ketiga fungsi tersebut adalah:
- Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi, Agar perserta didik mampu mengembangkan potensi dalam dirinya untuk berpikir baik, berhati nurani baik, berperilaku baik, dan berbudi luhur.
- Fungsi untuk penguatan dan perbaikan. Memperbaiki dan menguatkan peran individu, keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk melaksanakan tanggung jawabnya dan berpartisipasi dalam mengembangkan potensi kelompok, instansi, atau masyarakat secara umum.
- Fungsi penyaring. Pendidikan karakter digunakan agar masyarakat dapat memilih dan memilah budaya bangsa sendiri, dapat menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa sendiri yang berbudi luhur
Pada dasarnya, Penguatan Pendidikan Karakter melibatkan literasi (olah pikir), etika dan spriritual (olah hati), estetika (olah rasa), dan kinestetik (olah raga). Sudahkah poin-poin ini menjadi perhatikan kita dalam menjalankan pendidikan karakter di sekolah. Di sekolah pula, pendidikan karakter bangsa dapat dibangun melalui kegiatan rutin sehari-hari maupun keteladanan dari Guru . Penguatan Pendidikan Karakter di sekolah juga dapat diintegrasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler, kokurikuler, dan intrakurikuler.
Gagal atau berhasilnya pendidikan karakter anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya naluri, kebiasaan, hereditas, dan lingkungan. Di sisi lain, Penguatan Pendidikan Karakter melibatkan keluarga, sekolah, dan komunitas. Maka, sekolah sebagai bagian dari lingkungan memiliki peran penting dalam pendidikan karakter anak.
Penanaman Karakter dengan Bahasa Krama
Kita sebagai pendidik menyadari bahwa betapa pentingnya pendidikan karakter di sekolah sebagai benteng dari degradasi moral. Dengan pembiasaan siswa melalui penggunaan bahasa jawa krama alus diharapkan siswa bisa bersopan santun, memiliki unggah-ungguh dan mengetahui bagaimana berbicara kepada orang lain terutama kepada yang lebih tua untuk menyatakan penghormatan. Sehingga menghilangkan karakter negatif siswa yang disebut dengan “nglunjak “ terhadap orang yang lebih tua atau terhadap bapak ibu guru disekolah.
Melihat dari kenyaatan diatas maka perlu mengambil salah satu cara untuk menguatkan nilai karakter siswa melalui kebiasaan siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah, guru membiasakan para siswa untuk menggunakan bahasa krama alus setiap jam pelajaran Bahasa Jawa dalam materi apapun. Sebenarnya dalam materi Unggah ungguh basa dan basa krama alus itu sendiri pada kelas XII ada pembahasan tersendiri. Namun dirasa bila hanya lewat materi itu saja siswa akan kurang bisa menguasai sehingga pembentukan nilai karakter melalui penggunaan bahasa krama dikelas itu kurang . maka hal itu akan tercapai melalui pembiasaan menggunakan bahasa krama alus disetiap pertemuan dikegiatan belajar mengajar bahasa jawa.
Bermula dari kegiatan pra KBM,siswa diminta memberikan aba-aba berdoa menggunakan bahasa krama alus yang benar secara bergilir kalu ada jam pelajaran Bahasa Jawa. Kemudian pada apersepsi siswa diminta berhitung baik dari angka satuan sampai angka ribuan sesuai pertemuan pada mata pelajaran Bahasa Jawa. Siswa yang melakukan kesalahan pengucapan diwajibkan untuk mengulanginya hingga benar.. Mula-mula anak merasa itu hal yang sulit dan kurang bermakna,akan tetapi seiring berjalannya waktu ternyata hal itu mempengaruhi penguasaan kosa kata berbahasa krama dan mempempengaruhi pola sikap dan kesantunan siswa.
Selain hal tersebut diatas Guru juga mewajibkan para siswa untuk tidak menggunakan kata – kata kasar baik kepada diri sendiri, teman maupun Guru minimal pada jam pelajaran bahasa jawa khususnya dan di sekolah pada umumnya. Jika ada siswa yang melanggar itu sesuai pengamatan guru maka nilainya akan dikurangi.
Siswa yang dulu menganggap bahwa pelajaran bahasa jawa itu pelajaran yang kurang modern dan kolot seiring berjalannya waktu akan menyenanginya dan merasa tertantang untuk bisa berbahasa krama agar tidak malu dengan teman sekelasnya. Hasilnya terlihat perubahan yang signifikan terhadap sikap dan tingkah laku siswa saat kegiatan belajar mengajar setelah para siswa terbiasa menggunakan bahasa krama alus. Dari hal tersebut bisa disimpulkan bahwa penguatan nilai karakter siswa melalui pembiasaan menggunakan bahasa krama alus tercapai.
Semoga pembiasaan yang baik yang telah upayakan dapat meningkatkan karakter siswa sehingga degradasi moral akan berkurang,Siswa tetap berkarakter kuat dengan kesantunan, relegius, gotong royong, kemandirian, dan nasionalisme yang kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar