Oleh : Hastuti Dwi Wahyuni, S.S
(Guru Bahasa Jawa SMK Negeri 7 Surakarta - Jawa Tengah)
Bila menyimak pemberitaan dimedia massa maupun elektronika, akhir-akhir ini terjadi banyak kasus yang melibatkan pelajar, contohnya kasus contek mencontek, kasus perkelahian bahkan termasuk kasus-kasus kriminal misalnya pencurian, pemerkosaan dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia, terutama dalam hal penanaman karakter bisa dikatakan belum berhasil.
Akhir-akhir ini pendidikan karakter menjadi pembicaraan yang menarik di kalangan praktisi pendidikan dan sedang digalakkan di dunia pendidikan. Pendidikan ini dimunculkan karena adanya ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan pendidikan, khususnya terhadap kualitas karakter output sekolah. Pendidikan yang sekarang dinilai gagal menciptakan manusia yang berkarakter karena terlalu fokus terhadap peningkatan pengetahuan dan terlalu menonjolkan kecerdasan berpikir. Namun lemah dalam kecerdasan budi dan batin.
Pendidikan karakter ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang bermoral, beretika, serta berbudi luhur sekaligus mampu untuk bersaing di kancah internasional dengan tidak melupakan budayanya sendiri. Namun yang menjadi masalah dalam pembelajaran berbasis karater ini adalah kurangnya media pembelajaran. Solusi dari permasalahan ini adalah bisa menggunakan media wayang.
Wayang adalah warisan budaya nenek moyang yang mengandung pesan-pesan moral yang sangat bagus bagi kehidupan. Dalam cerita pewayangan terselip nilai-nilai kebaikan serta nilai kepahlawanan yang sangat baik untuk dijadikan teladan dalam pembelajaran karakter pada siswa. Jadi wayang bukan hanya sebagai tontonan, tetapi wayang dapat dipakai sebagai tuntunan dalam kehidupan.
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh wayang sebagai media pendidikan karakter. Pertama, wayang sendiri merupakan bagian dari khasanah kebudayaan bangsa sehingga bisa diterima oleh semua kalangan, baik oleh guru maupun siswa. Kedua, wayang mempunyai sifat tak lekang oleh waktu, sehingga tetap dapat dinikmati dari jaman ke jaman dengan kesamaan cerita.
Untuk menggunakan wayang sebagai media pendidikan karakter, guru cukup menceritakan kisah pewayangan yang mengandung nilai kebaikan serta mengajarkan karakter tokoh wayang tersebut untuk diteladani oleh siswa ketika pembelajaran.Cerita tersebut dikemas dalam bentuk dongeng sehingga digemari oleh para siswa. Biasanya setelah menceritakan keteladan tokoh wayang, guru akan memberikan tebak-tebakan atau semacam kuis kepada siswa. Ternyata setelah diterapkan cara mengajar seperti ini, siswa sangat antusias sekali menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru. Dan pada akhirnya harapan guru, siswa dapat menerapkan keteladanan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh adalah karakter tokoh Pandhawa dan Gatotkaca.
Jika ditelusuri, banyak sekali nilai kearifan lokal yang dapat dipetik dari kisah pewayangan, terutama bagi generasi muda yang diterjang krisis moral. Penokohan 5 orang pandhawa dalam dunia pewayangan ini kaya akan nilai keteladanan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh adalah Yudhistira yang memiliki karakter bijaksana, jujur, dan teguh pendirian. Sehingga dia senantiasa dijadikan dalam pemimpin perang. Selain itu Yudhistira memiliki keyakinan mendalam akan adanya Yang Maha Kuasa sehingga memunculkan kekuatan untuk mengalahkan kejahatan. Yudhistira juga digambarkan sebagai kakak tertua yang memberikan contoh kesopanan dalam kehidupan. Kemudian Bima sebagai Pandhawa paling kuat yang memiliki sifat selalu bersemangat, pemberani dan pantang menyerah.Namun ketika berperang, dia memiliki kebesaran hati untuk tidak membunuh musuhnya yang sudah mengaku kalah. Dan Arjuna yang memiliki sifat lemah lembut, imannya kuat dan berhati baik. Suka menolong anggota Pandhawa yang lain ketika berperang dan dalam kesulitan terpojok oleh musuh. Arjuna juga dikenal sebagai orang yang suka bertapa. Arjuna digambarkan seperti halnya orang yang rajin menjalankan ibadah puasa, sehingga ia memiliki jiwa yang kuat dan tenang untuk menghadapi segala tantangan dan cobaan hidup.
Disisi lain tokoh Gatotkaca, dalam wiracarita Mahabharata, putra Bimasena atau Werkudara dari keluarga Pandawa dikenal sangat gagah berani dan patuh kepada orang tua. Menurut versi pewayangan jawa, Gatotkaca merupakan keturunan dari raksasa yang memiliki kekuatan luar biasa dan menjadi seorang raja Pringgandani. Cerita Gatotkaca tersebut dinilai mampu memberi inspirasi kepada peserta didik sehingga mereka dapat meniru karakter tokoh asli milik budaya masyarakat.
Gatot Kaca adalah tokoh yang dibalik keberaniaannya memiliki sikap yang sangat patuh kepada orang tua. Keberanian itu bukan berarti anarkisme, melainkan keberanian adalah modal siswa kita menjadi sosok yang tegas dan bertanggung jawab. Berani menghadapi setiap tantangan, dan tegas dalam membuat keputusan Setelah siswa mengenal karakteristik wayang dengan segala sifat dan perilakunya, guru dituntut untuk dapat mengembangkan apresiasi anak didik dalam hal ini melalui peningkatan apresiasi mengenai wayang kulit.
Wayang adalah warisan budaya nasional yang patut dilestarikan oleh bangsa Indonesia. Penggunaannya sebagai media pendidikan karakter menjadi komponen pendukung pembentukan karakter siswa-siswi kita sekaligus mempertahankan eksistensinya sebagai budaya bangsa.
Sumber Gambar:
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Gatotkaca_Surakarta.JPG&filetimestamp=20150411013744&
Tidak ada komentar:
Posting Komentar