(Guru Bimbingan TIK SMP Negeri 2 Ngemplak Boyolali Jawa Tengah)
Majunya perkembangan Information Communication Technology (ICT) sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat komunikasi seperti televisi, radio maupun internet semakin mempermudah masuknya informasi dari luar. Jika kondisi semacam ini tidak diimbangi dengan kemampuan masyarakat dalam mengelola informasi tersebut maka yang terjadi adalah kerugian bagi masyarakat sendiri. Mereka hanya mampu menerima informasi itu secara utuh tanpa mampu menentukan mana yang berdampak positif dan mana yang berdampak negatif. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terbesar di dunia harus cepat tanggap dengan hal semacam ini.
Salah satu cara untuk mempersiapkan dan mencetak SDM yang berkualitas tinggi adalah melalui proses pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting karena dalam proses pendidikan masyarakat dipersiapkan menjadi manusia yang bermoral, berilmu pengetahuan serta beriman dan bertaqwa. Hal tersebut adalah modal utama dalam menghadapi segala tantangan perkembangan zaman.
Dalam proses pendidikan di sekolah ada proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor internal yang meliputi guru dan siswa maupun faktor eksternal yaitu faktor di luar guru dan siswa seperti lingkungan dan fasilitas belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berhasil apabila kedua faktor tersebut dapat diintegrasikan dengan baik. Dalam proses belajar mengajar harus terjadi interaksi dua arah antara guru dan siswa. Informasi yang disampaikan guru harus mendapat umpan balik dari siswa maksudnya siswa tidak begitu saja menerima informasi tersebut tetapi siswa juga harus bersikap kritis. Siswa harus bertanya apabila ada materi yang belum jelas bahkan siswa dapat mengoreksi kesalahan guru dalam menyampaikan materi jika siswa sudah tahu terlebih dahulu dari sumber lain. Guru juga harus menerima hal tersebut dengan lapang dada sehingga benar-benar terjadi proses belajar mengajar antara guru dengan siswa. Pada akhirnya perolehan hasil belajar siswa sangat ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan pembelajaran selama dikelas. Beragam gaya mengajar yang dilakukan dengan khas oleh masing-masing guru di kelasnya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Mulai dari perpaduan metode yang dilakukan, teknik dan taktik yang dilakukan berbeda-beda tapi dengan tujuan yang sama yaitu untuk mencapai tujuan belajar. Ketika hal itu dilakukan oleh guru dalam kelasnya, pada saat itu seorang guru sedang menerapkan sebuah model pembelajaran.
Model pembelajaran dalam mata pelajaran bimbingan TIK yang dilakukan ternyata hanya didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Partisipasi siswa belum menyeluruh sehingga menyebabkan kesenjangan antara siswa yang aktif dengan siswa yang kurang aktif. Siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari guru maupun sumber belajar lain sehingga cenderung memperoleh hasil belajar yang baik. Siswa yang kurang aktif cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar, mereka hanya menerima pengetahuan yang datang padanya dan malas untuk mencari informasi dari guru maupun sumber lain sehingga cenderung memperoleh hasil belajar yang rendah. Untuk mengatasinya guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif yang mampu melibatkan keaktifan siswa secara keseluruhan. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru adalah model pembelajaran Think Pair Share.
Arends (dalam Anita Lie, 2010) menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Sejalan dengan itu, menurut Trianto (2013: 81) mengemukakan bahwa model pembelajaran Think Pair Share (TPS) atau berpikir-berpasangan-berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa dengan TPS siswa diberi kesempatan untuk berpikir sendiri terlebih dahulu kemudian berdiskusi dengan temannya yang diperkuat lagi dengan teori dari Amin Suyitno (2010) yang mengemukakan bahwa model pembelajaran Think Pair Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Isjoni (2013: 42) mengemukakan bahwaThink Pair Share (TPS) merupakan suatu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memiliki prosedur secara eksplisit sehingga model pembelajaran TPS dapat disosialisasikan dan digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran di sekolah.
Dengan demikian yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif TPS adalah suatu model yang dapat memberi siswa lebih banyak kesempatan untuk berpikir dan berpendapat secara individu untuk merespon pendapat yang lain kemudian saling membantu dalam kelompoknya kemudian membagi pengetahuan kepada siswa lain.
Menurut Amin Suyitno (2010) langkah-langkahThink Pair Share ada tiga, yaitu: Thinking (berpikir), siswa diberi pertanyaan dan harus memikirkan jawaban secara individu. Pairing (berpasangan), siswa dengan teman sebangku mendiskusikanyang telah dipikirkan pada tahap thinking, dan Sharing (berbagi), siswa berpasangan berbagi hasil diskusi kepada seluruh kelas. Berdasarkan pendapat tersebut, implementasi model pembelajaran TPS pada mata pelajaran Bimbingan TIK dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Guru menyampaikan materi pembelajaran
- Siswa dipasangkan dengan teman sebangkunya untuk melakukan:
- Think, guru membimbing siswa saat mencari masukan jawaban atau pendapat yang bersumber dari buku yang relevan secara individu atas pertanyaan yang diberikan kepada siswa.
- Pair, mengembangkan aktivitas berpikir siswa dalam berdiskusi jawaban satu sama lain dengan teman sebangku, dan mengupayakan siswa aktif dalam diskusi dengan teman sebangku di belakang/ di depannya atau dalam kelompok (kelompok terbentuk).
- Share, membimbing aktivitas penyajian hasil diskusi masing-masing kelompok yang ditanggapi oleh kelompok lain.
- Selesai berdiskusi guru melakukan evaluasi individual
Penerapan model pembelajaran Think Pair Share ini menjadikan siswa lebih komunikatif dan berani dalam mengemukakan ide maupun pendapatnya melalui interaksinya dengan pasangannya akan. Selain itu, penentuan pasangan secara heterogen dapat melatih siswa bersikap saling menghormati dan toleransi terhadap keragaman misalnya perbedaan latar belakang siswa, agama, suku, budaya, dan sebagainya. Siswa akan tetap bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok dan tidak memandang adanya perbedaan. Siswa juga memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar, jadi seluruh siswa mendapatkan informasi yang beragam dari kegiatan yang telah dilakukan. Harapannya adalah siswa dapat memahami materi yang diberikan guru melalui kegiatan pembelajaran yang berkualitas untuk meningkatkan hasil belajarnya.
REFERENSI
- Isjoni. 2013. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung: Alfabeta.
- Lie. Anita. 2010. Mempraktikkan Coopertive Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : Gramedia.
- Slavin, Robert, E. 2010. Coopertive Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
- Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Surabaya: Pustaka Pelajar.
- Suyitno, Amin. 2010. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA UNNES.
- Trianto, 2013. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar